Dalam perdagangan, metode menggunakan sarana letter of credit (L/C) dan Surat Kredit berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) sering menjadi pilihan penjual dan pembeli. Mengapa? Tak lain karena adanya unsur jaminan pembayaran dari bank penerbit L/C atau SKBDN itu. Umumnya L/C atau SKBDN digunakan untuk membiayai sales contract antara penjual dan pembeli yang belum saling mengenal dengan baik.
Dengan L/C atau SKBDN, penjual merasa aman dengan adanya janji pembayaran dari bank penerbit L/C atau SKBDN (issuing bank) itu sepanjang penjual dapat menyerahkan dokumen yang sesuai dengan syarat L/C atau SKBDN (complying presentation).
Di lain pihak, pembeli juga begitu. Ia sebagai pihak pemohon L/C atau SKBDN juga merasa aman dengan adanya syarat penyerahan dokumen yang telah ditentukan dalam L/C atau SKBDN, karena banknya tidak akan melakukan pembayaran sebelum dokumen diterima olehnya.
L/C dan SKBDN sendiri diterbitkan oleh bank sebagai pelaksanaan klausul-klausul dalam sales contract yang telah disepakati penjual dan pembeli, yang pada dasarnya terdiri dari 4 faktor utama, yaitu: syarat barang (terms of goods), syarat penyerahan barang (terms of delivery), syarat pembayaran (terms of payment), dan dokumentasi.
Sesuai sifatnya, L/C atau SKBDN merupakan komitmen dari issuing bank yang TERPISAH dari sales contract. L/C atau SKBDN merupakan salah satu alternatif cara pembayaran dalam transaksi perdagangan yang paling ideal karena risiko penjual dan pembeli dapat dialihkan pada bank.
Pada prinsipnya, L/C dan SKBDN itu sama. Uraian di atas adalah jawaban dari apa persamaan L/C dan SKBDN itu. Sedangkan perbedaan antara keduanya, pertama, lokasi penjual dan pembeli. L/C digunakan untuk transaksi perdagangan yang melibatkan penjual dan pembeli yang berada di negara yang berbeda. Sedangkan untuk SKBDN, mereka berada di wilayah domestik Indonesia.
Kedua, lalu lintas komoditas yang diperdagangkan. Jika barang yang diperdagangkan melewati batas kepabeanan negara lain, maka digunakanlah L/C. Jadi misalnya penjual dan pembeli sama-sama berlokasi di Indonesia, namun barangnya didatangkan dari Jepang, maka yang digunakan adalah L/C, bukan SKBDN. SKBDN digunakan jika barangnya asli dari Indonesia, atau dari luar negeri namun sudah masuk ke kepabeanan Indonesia.
Ketiga, acuan formal. Pelaksanaan L/C pada umumnya mengacu pada kebiasaan praktik perdagangan yang telah dibakukan oleh International Chamber of Commerce (ICC), yaitu Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCPDC).
Pertama kali dipublikasikan pada 1933, UCPDC telah mengalami beberapa kali revisi sesuai perkembangan dan dinamika perdagangan internasional, yaitu tahun 1951, 1962, 1974, 1983 (dikenal dengan UCP 400), 1993 (UCP 500), dan pada 2006 dilakukan revisi keenam dengan terbitnya publikasi ICC No. 600 yang berlaku efektif tanggal 1 Juli 2007, yang dikenal dengan UCP 600 dan banyak digunakan sebagai acuan sekarang.
Sedangkan pelaksanaan SKBDN mengacu pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 5/6/PBI/2003 tanggal 2 Mei 2003 tentang Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN). Bagaimanapun, klausul dan teknis yang diatur dalam PBI di atas banyak mengad
opsi klausul-klausul dalam UCPDC.
Lalu bagaimana dengan mekanisme L/C dan SKBDN itu sendiri? Berikut ini gambar alur dan prosedur pelaksanaan L/C dan SKBDN, mulai dari penerbitan hingga pembayaran.
Dengan L/C atau SKBDN, penjual merasa aman dengan adanya janji pembayaran dari bank penerbit L/C atau SKBDN (issuing bank) itu sepanjang penjual dapat menyerahkan dokumen yang sesuai dengan syarat L/C atau SKBDN (complying presentation).
Di lain pihak, pembeli juga begitu. Ia sebagai pihak pemohon L/C atau SKBDN juga merasa aman dengan adanya syarat penyerahan dokumen yang telah ditentukan dalam L/C atau SKBDN, karena banknya tidak akan melakukan pembayaran sebelum dokumen diterima olehnya.
L/C dan SKBDN sendiri diterbitkan oleh bank sebagai pelaksanaan klausul-klausul dalam sales contract yang telah disepakati penjual dan pembeli, yang pada dasarnya terdiri dari 4 faktor utama, yaitu: syarat barang (terms of goods), syarat penyerahan barang (terms of delivery), syarat pembayaran (terms of payment), dan dokumentasi.
Sesuai sifatnya, L/C atau SKBDN merupakan komitmen dari issuing bank yang TERPISAH dari sales contract. L/C atau SKBDN merupakan salah satu alternatif cara pembayaran dalam transaksi perdagangan yang paling ideal karena risiko penjual dan pembeli dapat dialihkan pada bank.
Pada prinsipnya, L/C dan SKBDN itu sama. Uraian di atas adalah jawaban dari apa persamaan L/C dan SKBDN itu. Sedangkan perbedaan antara keduanya, pertama, lokasi penjual dan pembeli. L/C digunakan untuk transaksi perdagangan yang melibatkan penjual dan pembeli yang berada di negara yang berbeda. Sedangkan untuk SKBDN, mereka berada di wilayah domestik Indonesia.
Kedua, lalu lintas komoditas yang diperdagangkan. Jika barang yang diperdagangkan melewati batas kepabeanan negara lain, maka digunakanlah L/C. Jadi misalnya penjual dan pembeli sama-sama berlokasi di Indonesia, namun barangnya didatangkan dari Jepang, maka yang digunakan adalah L/C, bukan SKBDN. SKBDN digunakan jika barangnya asli dari Indonesia, atau dari luar negeri namun sudah masuk ke kepabeanan Indonesia.
Ketiga, acuan formal. Pelaksanaan L/C pada umumnya mengacu pada kebiasaan praktik perdagangan yang telah dibakukan oleh International Chamber of Commerce (ICC), yaitu Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCPDC).
Pertama kali dipublikasikan pada 1933, UCPDC telah mengalami beberapa kali revisi sesuai perkembangan dan dinamika perdagangan internasional, yaitu tahun 1951, 1962, 1974, 1983 (dikenal dengan UCP 400), 1993 (UCP 500), dan pada 2006 dilakukan revisi keenam dengan terbitnya publikasi ICC No. 600 yang berlaku efektif tanggal 1 Juli 2007, yang dikenal dengan UCP 600 dan banyak digunakan sebagai acuan sekarang.
Sedangkan pelaksanaan SKBDN mengacu pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 5/6/PBI/2003 tanggal 2 Mei 2003 tentang Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN). Bagaimanapun, klausul dan teknis yang diatur dalam PBI di atas banyak mengad
opsi klausul-klausul dalam UCPDC.
Lalu bagaimana dengan mekanisme L/C dan SKBDN itu sendiri? Berikut ini gambar alur dan prosedur pelaksanaan L/C dan SKBDN, mulai dari penerbitan hingga pembayaran.
Penjelasan mekanisme:
- Penjual dan pembeli membuat sales contract. Salah satu syarat yang disepakati adalah pembayaran dilaksanakan dengan L/C atau SKBDN.
- Atas dasar syarat pembayaran yang telah disepakati di dalam kontrak, maka pihak pembeli mengajukan permohonan penerbitan L/C atau SKBDN kepada Bank.
- Issuing bank selanjutnya menerbitkan L/C atau SKBDN atas dasar permintaan pembeli sebagai Applicant untuk keuntungan penjual sebagai Beneficiary yang disampaikan melalui bank penerus (advising bank) di tempat penjual.
- Advising bank menyampaikan asli L/C atau SKBDN kepada penjual (beneficiary) setelah dilakukan verifikasi atau autentikasi terhadap L/C atau SKBDN itu.
- Setelah menerima L/C atau SKBDN dari advising bank, beneficiary melakukan pengiriman barang sesuai dengan syarat penyerahan barang (terms of delivery) yang disepakati di dalam sales contract, serta menyiapkan dokumen yang diminta oleh L/C atau SKBDN.
- Beneficiary menyerahkan satu set dokumen yang disyaratkan L/C atau SKBDN kepada bank yang ditunjuk atau diberi kuasa (nominated bank) oleh issuing bank yang disebutkan dalam L/C atau SKBDN.
- Berdasarkan penyerahan dokumen dari beneficiary, nominated bank selanjutnya melakukan pemeriksaan kesesuaian dokumen dengan syarat dan kondisi L/C atau SKBDN dan ketentuan yang berlaku. Jika dokumen telah memenuhi syarat complying presentation, maka nominated bank dapat memutuskan bertindak sebagai negotiating bank dengan melakukan pembayaran terlebih dahulu sepanjang L/C atau SKBDN mensyaratkan “by negotiation”.
- Nominated bank meneruskan dokumen kepada issuing bank, terlepas apakah nominated bank telah membayar terlebih dahulu atau belum. Penerusan dokumen ke bank penerbit ini dalam rangka melakukan penagihan akseptasi, pembayaran, atau pembayaran kembali (reimbursement) dalam hal dokumen telah dinegosiasi.
- Setelah menerima penerusan dokumen dari nominated bank, issuing bank melakukan pemeriksaan dokumen tersebut apakah memenuhi syarat complying presentation atau tidak. Jika dokumen dinyatakan clean, maka issuing bank wajib melakukan akseptasi, pembayaran, atau reimbursement kepada nominated/ negotiating bank. Namun jika terjadi penyimpangan pada dokumen terhadap syarat dan kondisi L/C atau SKBDN (discrepancy), maka issuing bank tidak wajib melakukan akseptasi, pembayaran, atau reimbursement. Yang dilakukan issuing bank adalah menghubungi Applicant sehubungan dengan kondisi dokumen yang discrepant tersebut, dan meminta penegasan Applicant apakah menerima adanya discrepancy tersebut atau menolak kondisi penyimpangan dokumen.
- Issuing bank menyerahkan dokumen original kepada Applicant setelah ia menyelesaikan kewajiban dana pembayarannya. Selanjutnya, Applicant melakukan pengeluaran barang dari maskapai pelayaran dengan memenuhi kewajiban kepabeanan (import clearance).
great information!
ReplyDeletemarine jobs
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete